KABARREPUBLIK — Satu per satu topeng mulai terbuka! Persidangan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa Adelia Septa Maharani, Mojang Jawa Barat 2019, kembali digelar di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Fakta baru mencengangkan terungkap: terdakwa Muhammad Nurul Fikry Wildani, putra dari Deputi Kementerian Sekretariat Negara Prof. Dadan Wildan, pernah membuat surat pernyataan janji tak mengulangi kekerasan, lengkap dengan iming-iming satu unit rumah dan mobil BMW. Tapi apa yang terjadi? Kekerasan kembali terjadi, bahkan lebih brutal!
Adelia hadir sebagai saksi utama. Di awal persidangan, ia tak kuasa menahan tangis. Beban psikis yang ditanggungnya tak main-main. "Saya bukan hanya dipukul, tapi dihancurkan mental saya. Saya hidup dalam ketakutan," kata Adelia dalam kesaksiannya, suara lirihnya menggetarkan ruang sidang.
Jaksa Penuntut Umum menghadirkan lima saksi: Adelia, Imas, Dwinita, Febi, dan Jembar. Saksi Imas secara lugas menyatakan melihat langsung Fikry menendang dan memukul Adelia, hingga mengakibatkan memar di wajah. Keterangan ini diperkuat dengan visum RS Otista Soreang dan surat diagnosa depresi dari UPTD PPA Kabupaten Bandung.
Namun, dua saksi dari pihak terdakwa, Febi dan Jembar, berusaha membelokkan fakta dengan menyangkal adanya luka, meski mengakui telah terjadi pertengkaran. Kesaksian yang janggal ini patut dipertanyakan objektivitasnya. Apakah mereka berada di bawah tekanan? Atau memang bagian dari skenario pembelaan kekuasaan?
Pengacara korban, Debi Agusfriansa, SH., MH., MAP., dari Agusfriansa Law Firm & Partners, menyampaikan kepada Kabar Republik:
"Kami tidak gentar menghadapi kasus ini meskipun terdakwa anak pejabat. Fakta hukum sudah terbuka. Surat damai, janji mobil dan rumah, itu hanya taktik menutupi kekerasan. Kami ingin pengadilan menunjukkan bahwa hukum tidak tunduk pada kekuasaan!"
Tim kuasa hukum lainnya, Richand Sihombing, SH., Riyan Bintana Hasan, SH., dan Erick Nainggolan, SH., menambahkan bahwa korban kini menjalani perawatan psikologis akibat trauma berat, termasuk gangguan kecemasan sosial dan ketakutan beraktivitas.
Kabar Republik mencatat, publik kini menanti: apakah pengadilan berani bertindak adil terhadap anak pejabat tinggi negara? Atau hukum kembali tumpul ke atas dan tajam ke bawah?
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda saksi tambahan dan kesimpulan masing-masing pihak. Keadilan sedang diuji. Dan rakyat tak buta.***
0 Komentar